Penulis : Zainal Abidin S.IP, MA, Business and Public Analyst @Dyazpa Indonesia
Ada hal menarik yang mengiringi keputusan Ahok ini. Langkah berani Ahok, kiprah relawan serta dukungan warga yang cukup masif ternyata menuai tafsir lain dari sebagian politisi. Fenomena Ahok dan Teman Ahok tidak urung membuat gerah pihak-pihak yang kurang berkenan dengan keberadaan calon perseorangan dan melihatnya sebagai sebuah gejala, bahkan menyebutnya upaya, deparpolisasi yang menihilkan peran partai dalam proses politik khususnya dalam menghadirkan pemimpin atau kepala daerah yang dianggap mampu menjawab harapan dan kebutuhan rakyat. Istilah deparpolisasi pun diangkat dan seketika menjadi perbincangan hangat dan sempat mewarnai diskursus politik. Reaksi atas fenomena Ahok ternyata tidak berhenti dalam debat publik saja, sebagian para politisi di Senayan sempat menggulirkan wacana revisi undang-undang pemilukada yang akan memperberat syarat calon kepala daerah yang maju melalui jalur perseorangan atau independen.
Alasan yang didalilkan dari rencana revisi ini adalah untuk memenuhi asas keadilan dan kesetaraan antara calon perseorangan dan calon dari parpol. Argumen yang tentu saja masih harus diperdebatkan, dan publik pun melihatnya tidak lebih sebagai ekspresi ketidakpekaan terhadap aspirasi masyarakat yang ikut aktif berpartisipasi menentukan pemimpin yang mereka inginkan. Tidak begitu mengejutkan melihat gelagat sebagian wakil rakyat yang menginginkan revisi ini. Bukan kali ini saja mereka menggulirkan wacana yang bertentangan dengan kehendak publik. Namun publik akhirnya merasa lega. Pemerintah langsung tanggap dan menyampaikan sinyal yang jelas; tidak akan menyetujui revisi undang-undang pemilukada apalagi bila revisi dimaksudkan untuk menghambat atau menjegal pencalonan seseorang. Keinginan melakukan revisi undang-undang pemilukada akhirnya bertepuk sebelah tangan.
Reaksi yang berlebihan
Kemunculan dan kiprah Relawan Teman Ahok merupakan fenomena baru dalam pemilukada. Kelompok relawan ini dimotori oleh anak-anak muda yang sudah lama merindukan perubahan terhadap kota Jakarta. Mereka menginginkan sosok pemimpin pendobrak, dan itu mereka dapatkan pada diri Ahok. Dukungan KTP pun digalang meski tanpa dukungan finansial dari Ahok, dan hasilnya membuat decak kagum. Tidak berhenti di situ, mereka akhirnya berhasil meyakinkan Ahok untuk maju melalui jalur perseorangan.
Kemunculan dan kiprah Relawan Teman Ahok merupakan fenomena baru dalam pemilukada. Kelompok relawan ini dimotori oleh anak-anak muda yang sudah lama merindukan perubahan terhadap kota Jakarta. Mereka menginginkan sosok pemimpin pendobrak, dan itu mereka dapatkan pada diri Ahok. Dukungan KTP pun digalang meski tanpa dukungan finansial dari Ahok, dan hasilnya membuat decak kagum. Tidak berhenti di situ, mereka akhirnya berhasil meyakinkan Ahok untuk maju melalui jalur perseorangan.
Keputusan Ahok yang lebih memilih mengandalkan dukungan para relawan juga tidak kalah fenomenal. Ahok sebenarnya tidak sulit untuk menarik dukungan dari partai mengingat modal politik yang dimilikinya. Namun ia memilih menyerahkan nasib ke tangan relawan, dan ini adalah sebuah langkah berani. Berkaca pada pemilukada serentak 2015 dimana tidak ada satu pun pasangan calon dari jalur perseorangan yang berhasil melenggang ke kursi gubernur dan wakil gubernur, maka pilihan Ahok adalah pertaruhan besar. Belum lagi kemungkinan adanya kendala teknis maupun non-teknis yang bakal mengganjal calon perseorangan dalam pilgub DKI nanti. Namun itu tidak menyurutkan Ahok dan relawan Teman Ahok. Tudingan pun muncul, Ahok dan relawannya sedang melakukan upaya deparpolisasi.
Keikutsertaan calon perseorangan dalam kontes pemilihan kepala daerah telah diatur dalam undang-undang Pemilukada. Banyak calon perorangan ikut meramaikan kompetisi pemilihan kepala daerah. Beberapa di antaranya menang dan berhasil melenggang menjadi kepala kepala daerah. Dan sejauh ini kehadiran calon independen tidak dipersoalkan. Toh, undang-undang pemilukada yang mengakomodasi calon perseorangan dibahas oleh legislatif yang tidak lain adalah kepanjangan tangan partai. Artinya, parpol mengakui dan menganggap keberadaan calon perseorangan dalam pemilukada adalah keniscayaan politik yang tidak bisa ditolak.
Ada sesuatu dibalik tudingan deparpolisasi. Keputusan Ahok memilih maju melalui jalur perseorangan menyebabkan ada yang merasa ditinggalkan. Selain itu, kenyataan bahwa Jakarta merupakan barometer politik tanah air menimbulkan semacam kekhawatiran bahwa fenomena Ahok di Jakarta akan menjadi bola salju dan bergulir ke daerah lain yang berpotensi menggusur peran parpol. Parpol nantinya semakin tidak menarik dalam momentum pemilihan kepala daerah. Kekhawatiran yang agaknya berlebihan.
Momentum dan peluang
Fenomena Ahok dan Teman Ahok sebenarnya hal yang konstruktif bila dilihat dari persfektif yang berbeda. Kemunculan calon perseorangan dalam pemilukada justru akan menyediakan banyak alternatif bagi rakyat pemilih untuk menentukan pemimpin yang mereka inginkan. Jalur independen merupakan mekanisme yang tersedia bagi siapa pun yang memiliki potensi dan kapasitas untuk memimpin namun tidak terakomodasi dalam penjaringan yang dilakukan oleh parpol.
Fenomena Ahok dan Teman Ahok sebenarnya hal yang konstruktif bila dilihat dari persfektif yang berbeda. Kemunculan calon perseorangan dalam pemilukada justru akan menyediakan banyak alternatif bagi rakyat pemilih untuk menentukan pemimpin yang mereka inginkan. Jalur independen merupakan mekanisme yang tersedia bagi siapa pun yang memiliki potensi dan kapasitas untuk memimpin namun tidak terakomodasi dalam penjaringan yang dilakukan oleh parpol.
Keberadaan relawan juga perlu dilihat secara positif. Kiprah relawan Teman Ahok dan dukungan warga yang terus mengalir setelah Ahok memastikan maju melalui jalur perseorangan merupakan sasmita bahwa ada sesuatu yang dianggap bermasalah dengan proses yang berlangsung dalam internal parpol selama ini. Praktik transaksional, feodalistik dan oligarkhis bukanlah isapan jempol. Parpol tidak bisa menutup mata terhadap dinamika yang ada. Di tengah tingkat kepercayaan rakyat terhadap partai, sebagaimana yang terungkap dalam banyak jajak pendapat, kehadiran dan kiprah relawan merupakan sebuah keniscayaan.
Respon bernada kurang puas terkait dengan peran parpol mengatakan bahwa (elit) parpol mendekatkan diri kepada rakyat hanya dalam momen-momen pemilu. Setelah hiruk-pikuk pemilu usai, para elit parpol lebih “sibuk” dengan realitasnya sendiri yang kerap tidak beririsan dengan apa yang dimaui oleh rakyat. Membajak nama rakyat untuk kepentingan golongan menjadi catatan dibalik menguatnya gejala ketidakpercayaan (distrust) terhadap parpol. Dalam konteks inilah kemunculan relawan dapat dipahami. Apa yang terjadi di DKI seyogyanya menjadi momentum bagi parpol untuk berbenah agar menjadi lebih terbuka, profesional dan modern. Saatnya parpol melakukan otokritik dan beralih dari paradigma yang elitis ke paradigma yang populis.
Dukungan parpol kepada Ahok adalah cerminan bahwa masih ada parpol yang peka dan tanggap terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Dukungan ini diharapkan tidak didasarkan pada pertimbangan pragmatis untuk kepentingan pemilihan legislatif 2019, tetapi benar-benar sebagai wujud sikap aspiratif parpol atas tuntutan dan kebutuhan warga DKI. Tingkat melek politik warga Jakarta yang tinggi menyajikan tantangan sekaligus peluang yang harus dikelola dengan baik guna lebih mendekatkan partai dengan realitas kebutuhan rakyat. Pilgub Jakarta dapat menjadi alat evaluasi agar kemaslahatan publik menjadi prioritas tertinggi dalam pertimbangan parpol. Pembenahan Jakarta sebagai etalase RI sangat mendesak dan tidak bisa ditunda lagi, dan untuk itu dibutuhkan sosok pemimpin yang determinatif dan berani melalukan terobosan sehingga ke depan Jakarta menjadi kota yang semakin humanis dan manusiawi .
Apa yang harus dilakukan
Partai politik adalah fitur utama dalam sistem demokrasi. Peran parpol tidak hanya sebatas sebagai instrumen untuk meraih kekuasaan dalam sebuah kontestasi politik yang konstitusional dan terbuka, namun lebih dari itu sebagai wadah untuk mengagregasi dan memperjuangkan kepentingan umum. Peran lain yang juga sangat diharapkan dari parpol adalah sebagai medium pendidikan politik guna membumikan nilai-nilai kebajikan dari politik itu sendiri serta ikut berkontribusi dalam membangun sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih berkeadaban utamanya dalam konteks sosial, politik dan kultural yang hetorogen.
Partai politik adalah fitur utama dalam sistem demokrasi. Peran parpol tidak hanya sebatas sebagai instrumen untuk meraih kekuasaan dalam sebuah kontestasi politik yang konstitusional dan terbuka, namun lebih dari itu sebagai wadah untuk mengagregasi dan memperjuangkan kepentingan umum. Peran lain yang juga sangat diharapkan dari parpol adalah sebagai medium pendidikan politik guna membumikan nilai-nilai kebajikan dari politik itu sendiri serta ikut berkontribusi dalam membangun sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih berkeadaban utamanya dalam konteks sosial, politik dan kultural yang hetorogen.
Demokrasi mengakui dan menfasilitasi keanekaragaman aspirasi dan kepentingan dalam masyarakat. Dibandingkan dengan institusi politik lainnya, barangkali parpollah yang memiliki kemampuan paling efektif dan terlembaga dalam melakukan mobilisasi dan aggregasi kepentingan hingga di tingkat akar rumput. Banyaknya parpol dengan keragaman platform dan ideologi seyogyanya adalah cerminan betapa beragamnya aspirasi dan kepentingan masyarakat terkait dengan penentuan arah kehidupan berbangsa dan bernegara. Parpol memegang peranan kunci dalam mengkontestasikan kepentingan-kepentingan yang beragam ini secara damai melalui mekanisme dan aturan main yang telah menjadi konsensus bersama (konstitusional). Dengan demikian, partai adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam mekanisme penyelesaian konflik secara damai dalam atmosfer politik yang demokratis. Dari sini, sulit membayangkan demokrasi tanpa parpol.
Bagaimana pun juga, eksistensi dan peran parpol harus terus diperkuat ke depannya. Parpol harus tumbuh sebagai institusi yang sehat; sehat dalam aspek (sumber) pendanaan dan sehat dalam aspek kaderisasi serta pola rekrutmennya. Kedua aspek ini penting untuk meminamilisir konflik kepentingan yang melibatkan parpol dan kerap menjadi sorotan publik.
Munculnya fenomena relawan dalam suksesi kepemimpinan baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah serta menurunnya tingkat kepercayaan rakyat terhadap partai menjadi indikasi bahwasanya masih ada PR besar yang harus segera diselesaikan. Parpol harus berbenah dan lebih berorientasi kepada kepentingan rakyat. Parpol kini dituntut untuk lebih adaptif dan responsif serta mampu melakukan harmonisasi antara kepentingan partai (elit) dan aspirasi yang berkembang. Kegagapan dalam merespon harapan dan kebutuhan masyarakat hanya akan membuat parpol tidak lagi menarik di mata rakyat.
Demokrasi adalah sistem yang rentan (fragile). Demokrasi mendapatkan darah segar dan kekuatannnya dari kepercayaan dan itikad baik seluruh warga (negara). Demikian juga halnya dengan partai politik. Parpol akan mampu melalui ujian waktu bila tetap menjunjung itikad baik dan terus menjaga kepercayaan rakyat.
Penulis :
Zainal Abidin S.IP, MA
Business and Public Policy Analyst
@Dyazpa Indonesia